Kamis, 10 Juni 2010

Forage processing method

Bahan Kuliah Forage Processing Method dapat di unduh di sini

semoga bermanfaat

Wafer processing : introduction

The introduction can be downloaded here

Selasa, 19 Januari 2010

Wafer


Wafer merupakan salah satu bentuk pakan olahan yang dibentuk sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Stevent (1981) dan Coleman and Lawrence (2000) menjelaskan keuntungan pakan olahan adalah 1) meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer; 3) mencegah “de-mixing” yaitu peruraian kembali komponen penyusun pakan sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar. Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah 1) pemberian kepada ternak harus disesuaikan dengan kebutuhan agar ternak tidak mengalami kelebihan berat badan maupun gangguan pencernaan; 2) gudang penyimpanan wafer memerlukan area dan penanganan khusus untuk menghindari kelembaban udara; 3) pengolahan bahan pakan menjadi wafer membutuhkan biaya tambahan yang akan mempengaruhi biaya produksi.

Jumat, 04 April 2008

TEKNOLOGI PEMBUATAN PELET

Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Patrick dan Schaible (1980) menjelaskan keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah oksidasi vitamin. Stevent (1981) menjelaskan lebih lanjut keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1) meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer; 3) mencegah “de-mixing” yaitu peruraian kembali komponen penyusun pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar. Proses pengolahan pelet merujuk pada Pujaningsih (2006) terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan pendahuluan, pembuatan pelet dan perlakuan akhir.
Pengolahan Pendahuluan
Proses pendahuluan ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahan-bahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan. Setelah seluruh bahan baku disiapkan, tahap selanjutnya adalah menggiling bahan baku tersebut. Tujuannya adalah untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam--berbentuk tepung (mash) (McEllhiary, 1994). Seluruh bahan yang telah digiling, ditimbang dengan menggunakan timbangan duduk. Selanjutnya, bahan–bahan tersebut dicampurkan.
Pembuatan Pelet
Pembuatan pelet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan. Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan. Menurut Pfost (1964), proses penting dalam pembuatan pelet adalah pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan pendinginan (cooling).
Proses kondisioning adalah proses pemanasan dengan uap air pada bahan yang ditujukan untuk gelatinisasi agar terjadi perekatan antar partikel bahan penyusun sehingga penampakan pelet menjadi kompak, durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya bagus (Pujaningsih, 2006). Proses kondisioning ditujukan untuk gelatinisasi dan melunakkan bahan agar mempermudah pencetakan. Disamping itu juga bertujuan untuk membuat : (1) Pakan menjadi steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit; (2) Menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat; (3) Pakan menjadi lebih lunak sehingga ternak mudah mencernanya dan (4) Menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu makan ternak.
Walker (1984) menjelaskan bahwa selama proses kondisioning terjadi penurunan kandungan bahan kering sampai 20% akibat peningkatan kadar air bahan dan menguapnya sebagian bahan organik. Proses kondisioning akan optimal bila kadar air bahan berkisar 15 – 18%. Winarno (1997) menjelaskan lebih lanjut bahwa kadar air yang lebih dari 20% akan menurunkan kekentalan larutan gel hasil gelatinisasi.
Efek lain dari proses kondisioning yaitu menguapnya asam lemak rantai pendek, denaturasi protein, kerusakan vitamin bahkan terjadinya reaksi “Maillard”. Reaksi ‘Maillard’ yaitu polimerisasi gula pereduksi dengan asam amino primer membentuk senyawa melanoidin berwarna coklat, proses ini terjadi akibat adanya pemanasan (Muller, 1988). Warna coklat pada bahan ini menurut Muller (1988) menurunkan mutu penampakan warna pelet. Nikersond dan Louis (1978) menambahkan bahwa pemanasan dapat menyebabkan dehidrasi pada gula. Gula yang terdehidrasi membentuk polimer sesama gula yang diikuti oleh gugus amina membentuk senyawa coklat.
Gelatinasi merupakan sumber perekat alami pada proses “pelleting”. Pencetakan merupakan tahap pemadatan bentuk melalui alat extruder. Temperatur bahan sebelum masuk ke dalam mesin pencetak sekitar 80°C dengan kelembaban 12–15%. Kelemahan sistem ini adalah diperlukannya tambahan air sebanyak 10 – 20% ke dalam campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan setelah proses pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan macet dan pelet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat (Pujaningsih, 2006).
Selama proses kondisioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air dalam bahan sehingga perlu dilakukan pendinginan dan pengeringan (Walker, 1984). Proses pendinginan (cooling) merupakan proses penurunan temperatur pelet dengan menggunakan aliran udara sehingga pelet menjadi lebih kering dan keras. Proses ini meliputi pendinginan butiran-butiran pelet yang sudah terbentuk, agar kuat dan tidak mudah pecah. Pengeringan dan pendinginan dilakukan pada tahap ini untuk menghindarkan pelet itu dari serangan jamur selama penyimpanan
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan menjadi kurang dari 14%, sesuai dengan syarat mutu pakan ternak pada umumnya. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan mesin pelet sistem kering, cukup dikering anginkan saja hingga uap panasnya hilang, sehingga pelet menjadi kering dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung (Pfost, 1964).
Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran di bawah terik sinar matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada cuaca, higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai tercemar debu atau kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa penyakit. Jika alat yang digunakan mesin pengering, tentu akan memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi.
Perlakuan Akhir
Penentuan ukuran pelet disesuaikan dengan jenis ternak. Pujaningsih (2206) melaporkan bahwa diameter pelet untuk sapi perah dan sapi pedaging adalah 1,9 cm (0,75 inci), untuk anak babi 1,5 cm (0,59 inci) dan babi masa pertumbuhan 1,6 cm (0,62 inci), untuk ayam pedaging periode starter dan finisher 1,2 cm (0,48 inci). Garis tengah pelet untuk pakan dengan konsentrasi protein tinggi adalah 1,7 cm (0,67 inci) dan 0,97 cm (0,38 inci) untuk pakan yang mengandung urea.

PENGOLAHAN PAKAN HIJAUAN

Pengolahan pakan merupakan suatu kegiatan untuk mengubah pakan tunggal atau campuran menjadi bahan pakan baru atau pakan olahan. Bahan pakan baru yang dihasilkan dari proses pengolahan diharapkan mengalami peningkatan kualitas. Proses pengolahan pakan ini mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah : (1) Meningkatkan kualitas bahan; (2) Memudahkan penyimpanan; (3) Pengawetan; (4) Meningkatkan palatabilitas; (5) Meningkatkan efisiensi pakan dan (6) Memudahkan penanganan dan pencampuran pada pembuatan pakan jadi.

Negara-negara tropis yang mempunyai dua musim mengalami fluktuasi dalam penyediaan hijauan pakan. Musim penghujan merupakan musim yang banyak akan hijauan pakan dan bahkan sering berlebih, sedangkan pada musim kemarau merupakan musim paceklik sehingga seringkali hijauan yang ada mempunyai kualitas yang rendah.

Negara-negara subtropis yang mempunyai empat musim, membuat hijauan awetan kering yang disebut “hay” atau “hooi” untuk menghadapi musim salju (Kirchgeβner, 1997), di saat hijauan segar tidak akan didapatkan. Hijauan awetan kering kurang populer di negara tropis, karena hijauan pakan boleh dikatakan tersedia sepanjang tahun. Namun kenyataannya pada musim kemarau, lebih-lebih kemarau panjang, hijauan pakan sulit didapatkan dan kalaupun ada hijauan tersebut mempunyai kualitas yang sangat rendah. Menurut Soebarinoto (1998) alternatif untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan, dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut : (1) Membeli hijauan pakan dari daerah lain; (2) Mengurangi jumlah ternak yang dipelihara pada saat kekurangan hijauan pakan; (3) Mengawetkan hijauan yang berlebih untuk digunakan pada saat kekurangan hijauan pakan; (4) Menanam lebih dari satu jenis hijauan pakan untuk meratakan puncak-puncak produksi dan (5) Menjaga kesuburan tanah semaksimal mungkin.

Upaya lain untuk menghindari kelangkaan pakan, dilakukan cara-cara pengadaan hijauan dengan kualitas yang baik untuk penyediaannya sepanjang tahun. Cara – cara ini dilakukan melalui sistim pengawetan dan pengolahan (Reksohadiprodjo, 1984). Lebih lanjut dipaparkan oleh Reksohadiprodjo (1984) bahwa sistim pengawetan dilakukan melalui pembuatan silase (awetan hijauan segar) dan hay (awetan hijauan kering), sedangkan pengolahan dapat dilakukan dengan pengolahan secara fisik (pencacahan, penggilingan atau pemanasan), secara kimia (perlakuan alkali dan amoniasi) dan secara biologi yang umumnya dilakukan dengan metode fermentasi yang menggunakan jasa mikrobia selulolitik.

Teknologi pembuatan hay

Hay adalah hijauan pakan, berupa rerumputan/leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air: 20-30%. Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memiliki daya cerna yang lebih tinggi (Linn dan Martin, 1993). Tujuan khusus pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Ada dua metode pembuatan Hay yang dapat diterapkan yaitu metode hamparan dan metode pod (Harding, 1978)

Metode Hamparan

Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara menghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 - 30% (tanda: warna kecoklat-coklatan)

Metode Pod

Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air ± 50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.

Senin, 17 Maret 2008

MANAJEMEN INDUSTRI PAKAN

1. MANFAAT MATA KULIAH

Manajemen Industri Pakan adalah mata kuliah yang mengajarkan bagaimana cara mengatur dan mengevaluasi suatu proyek dalam hal ini industri pakan. Proyek dibuat dalam jangka waktu tertentu, mempunyai titik awal yaitu kegiatan pada saat dimulainya pembuatan proyek, dan mempunyai titik akhir dimana proyek tersebut sudah selesai dibuat, dan sudah siap untuk dipakai. Jangka waktu antara titik awal sampai dengan titik akhir inilah waktu kegiatan proyek yang aktivitasnya telah direncanakan dan diharapkan dapat dilaksanakan dalam satu kesatuan yang menggunakan sumberdaya terbatas untuk mendapatkan benefit (kemanfaatan) yang maksimal. Disamping penanaman modal yang berupa dana, maka proyek juga membutuhkan tenaga kerja dan manajemen untuk penanganannya, sebab tanpa manajemen yang baik maka proyek tidak dapat selesai pada saat yang ditentukan dan juga tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Oleh sebab itu mata kuliah ini disusun untuk membantu mahasiswa memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana mengelola dan mengevaluasi suatu usaha industri pakan.

2. Deskripsi Perkuliahan

Pada perkuliahan ini mahasiswa program studi D III jurusan Manajemen Usaha Peternakan akan mempelajari faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif yang meliputi penentuan lokasi pabrik, evaluasi ekonomi usaha dan perencanaan industri pakan. Selanjutnya akan dipelajari juga tentang perencanaan kapasitas industri, aliran penanganan bahan pakan, pemanfaatan sumber daya manusia serta pertalian antar aktivitas. Pengendalian dan pengawasan mutu yang meliputi bahan pakan, proses produksi, distribusi, transportasi, penyimpanan serta teknik pengambilan sampel akan disampaikan kemudian.

3. Tujuan Instruksional

Pada akhir perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu

1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan manajemen industri pakan beserta permasalahan dan proses pengembangannya

2. Membedakan tipe industri pakan berdasarkan masing-masing kategorinya

3. Menjelaskan dan mengelola SDM yang ada di dalam suatu industri pakan

4. Merencanakan kapasitas, aliran penanganan bahan pakan serta pertalian antar aktivitas.

5. Menguasai teknik pengawasan dan pengendalian mutu pakan mulai dari bahan pakan hingga produk jadi.

6. Melakukan studi kelayakan dari suatu usaha industri pakan berdasarkan aspek evaluasi pasar, teknis teknologis, manajemen, yuridis dan prospek ekonominya.


4. Materi / Bacaan Perkuliahan

Ariyoto, K. 1980. Feasibility Study, Teknik, Evaluasi, Gagasan Usaha. Cetakan kedua. Penerbit Mutiara, Jakarta.

Dosland, O. 2000. Managing Insect Pests In Food Storage Facilities. Copesan Services, Inc. Brookfield, WI

Forsythe, S.J and Hayes, P.R. 1998. Food Hygiene, Microbiology and HACCP. Apen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland. UK.

Kamal, M dan Rahardja. 1985. Evaluasi Proyek Keputusan Investasi. Cetakan pertama. Badan Penerbit UNDIP Semarang.

Pujaningsih, RI., S. Mukodiningsih., S. Sumarsih., B. Sulistiyanto dan BIM Tampoebolon.2005. Modul Kuliah Manajemen Industri Pakan. Laboratorium Teknologi dan Industri Makanan Ternak. Fakultas Peternakan UNDIP.

Pujaningsih, RI., C.I Sutrisno., S. Sumarsih, B. Sulistiyanto dan B I M Tampoebolon. 2005. Modul Kuliah Pengendalian Mutu Pakan. Laboratorium Teknologi dan Industri Makanan Ternak. Fakultas Peternakan UNDIP.




Selasa, 01 Januari 2008

Teknologi Pengolahan Pakan

1. MANFAAT MATA KULIAH

Pengolahan pakan merupakan suatu kegiatan untuk mengubah pakan tunggal atau campuran menjadi bahan pakan baru atau pakan olahan. Bahan pakan baru yang dihasilkan dari proses pengolahan diharapkan mengalami peningkatan kualitas. Proses pengolahan pakan ini mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah : pengawetan pakan; penyesuaian ukuran dengan kebutuhan; mengatur kadar air bahan; menjadikan limbah lebih kompak; meningkatkan palatabilitas; meningkatkan/menstabilkan nilai nutrisi; mengurangi bau, jamur, salmonella dan suplementasi dan proteksi nutrisi. Teknologi Pengolahan Pakan adalah mata kuliah yang mengajarkan pemilihan terhadap cara pengolahan yang tepat terhadap bahan pakan sehingga pengolahan yang dilakukan akan benar-benar bermanfaat meningkatkan kualitas nutrisinya.

2. Deskripsi Perkuliahan

Pada perkuliahan ini mahasiswa program studi S1 Nutrisi dan Makanan Ternak akan mempelajari pengetahuan tentang teknik pengolahan pakan secara fisik, kimia dan biologis dari berbagai bahan pakan, baik konsentrat, hijauan maupun limbah pertanian dan agroindustri untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai nutrisinya.


3. Tujuan Instruksional

Pada akhir perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu dapat menjelaskan dan membedakan teknik-teknik pengolahan berbagai bahan pakan ternak dan pada akhirnya menentukan strategi untuk mempertahankan mutu serta meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan.

4. Strategi Perkuliahan

Metode perkuliahan yang digunakan adalah ceramah, diskusi, studi kasus/memberikan contoh dan praktikum/ekskursi. Ceramah dilakukan untuk memberikan informasi penting yang belum diketahui oleh mahasiswa. Contoh diberikan untuk memperjelas ceramah yang diberikan. Kesempatan untuk berdiskusi akan diberikan pada setiap akhir pokok bahasan, dengan demikian setiap peserta diharapkan untuk dapat menyampaikan gagasan baik berupa pendapat pribadi, hasil observasi maupun kejelasan pokok bahasan. Praktikum diberikan untuk memperdalam pengetahuan mahasiswa pada materi yang diajarkan.

5. Materi / Bacaan Perkuliahan
1. Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-PREss, Jakarta
2. McEllhinry, R.R. 1994. Feed Manufacturing Technology IV. American Feed Industry Association, Inc. Arlington.
3. Pfost, H.B. 1964. Feed Production Handbook. Feed Production School Inc.Kansas City
4. Harding,H.A.1978. Manajemen Produksi (Seri Manajenen No.35). Penerbit Balai Aksara. Jakarta.
5. Romindo Primavetcom. RPAN Seminar (A New Concept in Poultry Feed Technology).Romindo Primavetcom Co. Jakarta. Unpublished.
6. Pujaningsih,R.I. 2006. Pengelolaan Pakan Bijian. Cetakan 1. Penerbit Alif Press. Semarang.