Jumat, 04 April 2008

PENGOLAHAN PAKAN HIJAUAN

Pengolahan pakan merupakan suatu kegiatan untuk mengubah pakan tunggal atau campuran menjadi bahan pakan baru atau pakan olahan. Bahan pakan baru yang dihasilkan dari proses pengolahan diharapkan mengalami peningkatan kualitas. Proses pengolahan pakan ini mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah : (1) Meningkatkan kualitas bahan; (2) Memudahkan penyimpanan; (3) Pengawetan; (4) Meningkatkan palatabilitas; (5) Meningkatkan efisiensi pakan dan (6) Memudahkan penanganan dan pencampuran pada pembuatan pakan jadi.

Negara-negara tropis yang mempunyai dua musim mengalami fluktuasi dalam penyediaan hijauan pakan. Musim penghujan merupakan musim yang banyak akan hijauan pakan dan bahkan sering berlebih, sedangkan pada musim kemarau merupakan musim paceklik sehingga seringkali hijauan yang ada mempunyai kualitas yang rendah.

Negara-negara subtropis yang mempunyai empat musim, membuat hijauan awetan kering yang disebut “hay” atau “hooi” untuk menghadapi musim salju (Kirchgeβner, 1997), di saat hijauan segar tidak akan didapatkan. Hijauan awetan kering kurang populer di negara tropis, karena hijauan pakan boleh dikatakan tersedia sepanjang tahun. Namun kenyataannya pada musim kemarau, lebih-lebih kemarau panjang, hijauan pakan sulit didapatkan dan kalaupun ada hijauan tersebut mempunyai kualitas yang sangat rendah. Menurut Soebarinoto (1998) alternatif untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan, dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut : (1) Membeli hijauan pakan dari daerah lain; (2) Mengurangi jumlah ternak yang dipelihara pada saat kekurangan hijauan pakan; (3) Mengawetkan hijauan yang berlebih untuk digunakan pada saat kekurangan hijauan pakan; (4) Menanam lebih dari satu jenis hijauan pakan untuk meratakan puncak-puncak produksi dan (5) Menjaga kesuburan tanah semaksimal mungkin.

Upaya lain untuk menghindari kelangkaan pakan, dilakukan cara-cara pengadaan hijauan dengan kualitas yang baik untuk penyediaannya sepanjang tahun. Cara – cara ini dilakukan melalui sistim pengawetan dan pengolahan (Reksohadiprodjo, 1984). Lebih lanjut dipaparkan oleh Reksohadiprodjo (1984) bahwa sistim pengawetan dilakukan melalui pembuatan silase (awetan hijauan segar) dan hay (awetan hijauan kering), sedangkan pengolahan dapat dilakukan dengan pengolahan secara fisik (pencacahan, penggilingan atau pemanasan), secara kimia (perlakuan alkali dan amoniasi) dan secara biologi yang umumnya dilakukan dengan metode fermentasi yang menggunakan jasa mikrobia selulolitik.

Teknologi pembuatan hay

Hay adalah hijauan pakan, berupa rerumputan/leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air: 20-30%. Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memiliki daya cerna yang lebih tinggi (Linn dan Martin, 1993). Tujuan khusus pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Ada dua metode pembuatan Hay yang dapat diterapkan yaitu metode hamparan dan metode pod (Harding, 1978)

Metode Hamparan

Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara menghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 - 30% (tanda: warna kecoklat-coklatan)

Metode Pod

Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air ± 50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.

Tidak ada komentar: