Selasa, 01 November 2011

AMONIASI (perlakuan dengan Alkali)

Amoniasi adalah salah satu bentuk perlakuan kimiawi (menggunakan urea) yang telah banyak dilakukan untuk meningkatkan nilai gizi dan kecernaan limbah berserat tinggi. Amoniasi merupakan salah satu perlakuan kimia yang bersifat alkalis dan dapat melarutkan hemiselulosa, lignin dan silika, saponifikasi asam uronat dan ester asam asetat menetralisasi asam nitrat bebas serta dapat mengurangi kandungan lignin dinding sel. Turunnya kristalinitas selulosa akan mernudahkan penetrasi enzim selulosa mikrobia rumen (Van Soest, 1982).

Urea adalah bahan padat yang berbentuk kristal bersifat alkali yang dibuat secara sintesis dengan menggabungkan gas amonia dan C02. Gas amoniak tidak mudah menyala dan tidak merusak metal. Di udara bebas, NH3 akan terikat oleh H2O lalu membentuk NH4OH. Urea bila ditambah air dan bila terdapat mikroorganisme yang mengeluarkan enzim urease, maka akan diuraikan menjadi amonia dankarbondioksida. Amonia yang terbentuk sebagian akan terfiksasi dalam jaringan bahan yang diamoniasi sehingga meningkatkan kadar protein kasar.

Amonia yang dihasilkan pada proses amoniasi menyebabkan perubahan komposisi dan struktur dinding sel yang berperan untuk membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa. Reaksi kimia yang terjadi (dengan memotong jembatan hidrogen) rnenyebabkan mengembangnya jaringan dan meningkatkan fleksibilitas dinding sel hingga memudahkan penetrasi (penerobosan) oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroorganisme.

Tingkat pemberian amonia yang optimal untuk amoniasi adalah 3 ‑ 5 % (setara dengan urea 5,3 ‑ 8,8%) dari bahan kering. Pemberian amonia kurang dari 3% tidak berpengaruh pada kecernaan, jadi hanya berfungsi sebagai bahan pengawet. Pemberian amonia lebih dari 5% akan terbuang karena bahan tidak mampu menyerap amonia. Amoniasi dengan urea dapat meningkatkan daya cerna setelah dilakukan penyimpanan selarna 21 hari.

Amonia yang digunakan dapat berupa gas, larutan atau amonia yang berasal darl pemecahan urea. Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 adalah sumber nitrogen yang murah, bersifat higroskopis, berbentuk kristal padat dan mudah larut dalam air. Urea digunakan sebagai sumber amonia karena bersifat alkali dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan karena mudah hilang menguap dan dapat difiksasi oleh tanaman dan mikrobia. Proses amoniasi suatu bahan dipengaruhl oleh beberapa faktor antara lain yaitu dosis amonia, temperatur lingkungan, lama penyimpanan, kadar air dari bahan yang diamoniasikan serta macam dan kualitas bahan yang dipakai.

Pada temperatur diatas 300C proses amoniasi membutuhkan waktu sekitar 3 minggu sedangkan pada temperatur yang lebih rendah membutuhkan waktu 4‑6 minggu. Temperatur yang paling baik yaitu 600C. Semakin tinggi temperatur maka proses amoniasi akan berjalan semakin cepat. Kadar air yang optimal untuk proses amoniasi adalah 30‑50%.

Prinsip Dasar

Amoniasi merupakan salah satu perlakuan kimiawi dengan menggunakan urea yang bersifat alkalis yang dapat melarutkan hemiselulosa. Perlakuan alkali dapat mendelignifikasi dengan cara memutuskan ikatan ester antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa serta pembengkakan selulosa, sehingga menurunkan kristalinitasnya. Daya kerja alkali terhadap bahan berserat pada prinsipnya adalah :
Memutuskan sebagian ikatan antara selulosa dan hemiseslulosa dengan lignin dan silika
“Esterifikasi” gugus asetil dengan membentuk asam uronat
Merombak struktur dinding sel, melalui pengembangan jaringan serat, yang pada gilirannya akan memudahkan penetrasi (perombakan) molekul oleh enzim selulase mikroorganisme.

Beberapa Metode Pengolahan Dengan Amoniak

Sesuai dengan perkernbangannya seJak tahun 1972 pengolahan jerami dengan amoniak mempunyai beberapa metode yang telah dikembangkan oleh para peneliti.

A. Metode Air Amoniak
Teknik ini ditemukan pertarna kali oleh Waiss pada tahun1972 di Amerika Serikat kemudian diperbaiki oleh Hart pada tahun 1975. Metode ini adalah untuk mengolah jerami dalam bentuk “bal persegi panjang” dengan kepadatan sedang. Untuk mengolah jerami padi metode ini, prinsipnya adalah sebagai berikut :

Campuran anoniak dan air dalam bentuk larutan (NH40H) disemprotkan di atas tumpukan jerami yang disimpan di atas.lembaran plastik. Dosis amoniak yang digunakan adalah 4 sampai 7 % dari berat kering jerami. Air yang dipergunakan ad.alah 30 % dari berat kering jerami. Larutan amoniak yang digunakan adalah 34 sampai 37 % dari berat kering jerami padi. Setelah selesai penyiraman tumpukan ditutup dengan lembaran plastik dan kedua lembaran ini di pertautkan hingga jerami tersebut tertutup rapat dan kedap udara.

Pemeraman jerami dibiarkan berlangsung selarna kurang lebih 30 hari pada temperatur udara luar. Setelah 30 hari jerami sudah matang, tutup plastik dibuka dan dibiarkan diudara terbuka selama paling sedikit 2 hari agar amoniak yang tidak terserap oleh jerami dapat lepas ke udara bebas. Setelah di angin‑anginkan selama 2 hari dimana bau amoniak sudah hilang, jerami telah berubah warna menjadi kecoklatan dan sudah dapat diberikan kepada ternak..

B. Metode Norwegia
Metode ini adalah juga untuk mengolah jerami atau rumput dalam bentuk bal empat persegi panjang yang dipak dengan kepadatan sedang. Teknik ini diternukan pertama kali pada tahun 1978 oleh Sundstol. Untuk mengolah jerami metode ini, prinsipnya adalah sebagai berikut :

Suatu campuran amoniak cair dan gas diinjeksikan ke dalam tum­pukan bal jerami yang telah ditutup (dibungkus) dengan lembaran plastik polyethylene yang kedap udara. Injeksi ini dilakukan mela­lui pipa metal yang berlubang‑lubang yang ditempatkan kira‑kira dibagian 3 perempat dari atas tumpukan bal jerami. Amoniak cair akan menjadi gas seluruhnya dan merasuk ke seluruh bagian jerami yang terkurung dalam tutup lembaran plastik. De­ngan adanya panas yang dhasilkan oleh perubahan fisik amoniak dari cair menjadi gas maka amoniak akan diserap oleh bagian lembab jerami masuk ke dalam pori-pori jerami (berfiksasi). Dosis amoniak yang dipergunakan bervariasi antara 3 – 4 % dari berat kering jerami.

Team peneliti dari Cemagref, Montoldre bersama tim peneliti dari INRA, Theix, Perancis, telah memperbaiki metode ini dengan maksud agar lebih praktis, cepat dalam injeksi dan menghindarkan adanya bagian‑bagian jerami yang gosong akibat terlalu banyak terkena amoniak. Teknik yang digunakan tidak lagi menggunakan pipa‑pipa metalik yang diselipkan dalam tumpukan jerami, tapi dengan menggunakan ember atau bak penampung amoniak cair yang diletakkan di bagian bawah tumpukan jerami. Amoniak cair dalam bak penampungan tersebut sedikit demi sedikit menjadi gas dan berfiksasi ke dalam jerami.

Setelah injeksi, tumpukan jerami harus tetap tertutup dalam plastik dan benar‑benar kedap udara agar tidak ada gas amoniak yang keluar. Lama proses "pernerarnan" ini adalah 4 sampai 8 minggu tergantung pada keadaan temperatur udara dimana proses ini dilakukan. Di negara‑negara yang iklimnya lebih panas lama pe­meraman dapat dipersingkat. Setelah batas waktu terlewati, tutup plastik dapat dibuka dan tumpukan jerami dibiarkan terbuka pa­ling sedikit 2 hari agar amoniak yang tidak terserap oleh jerami (ekses) dapat lepas ke udara bebas. Jerami padi yang telah diolah dengan cara ini berwarna kuning tua sampai coklat dan strukturnya empuk dan renyah dan sudah dapat diberikan kepada ternak.

C. Metode Pelepasan Amoniak
Teknik lainnya ialah dengan metode pelepasan amoniak yang berasal dari urea atas dasar pengaruh panas dan tekanan yang ditemukan oleh Bergner pada tahun 1974 di Jerman, atau melalui proses "urease" yang ditemukan oleh Van der Merwe pada tahun 1976 di Afrika selatan. Khususnya untuk jerami padi dan pengolahan dengan menggabungkan kedua prinsip tersebut di atas yaitu proses urease dan panas yang dapat melepas gas amoniak dari urea. Teknik ini pertama kali ditemukan oleh Dolberg pada tahun 1981 di Bangladesh. Prinsipnya sebagai berikut :

Dibuat suatu lubang (silo) dalam tanah yang di dasarnya dihamparkan lembaran plastik. Di atas lembaran plastik tersebut ditebarkan jerami sampai penuh, kalau perlu dipadatkan dengan diinjak‑injak agar dapat menampung lebih banyak jerami di dalamnya. Urea sebanyak 5 kg, dilarutkan dalarn air sebanyak kurang lebih 50 liter untuk tiap 100 gram jerami, lalu larutan tersebut disiramkan secara merata ke atas tumpukan jerami. Setelah selesai penyiraman larutan urea, bagian atas tumpukan jerami di tutup dengan lembaran plastik lalu ditimbun dengan tanah dengan ketebalan kurang lebih 30 cm. Pemeraman jerami dalam lubang ini dibiarkan selama kira‑kira 1 bulan lalu dibuka dan kemudian dapat diberikan kepada ternak. Bila sulit membuat lubang karena khawatir terendam terutama di daerah rendah, proses ini dapat juga dilakukan di atas tanah. Jerami diberi alas plastik lalu ditumpuk sampai ketinggian tertentu. Urea dilarutkan dalam air dengan perbandingan 50 gram urea 1 liter air untuk 1 kg jerami. Larutan urea ini disiramkan perlahan‑lahan di atas tumpukan jerami sampai merata. Setelah selesai penyiraman, tumpukan jerami tersebut dibungkus dengan lembaran‑lembaran plastik dan diikat dengan tali sekelilingnya. Setelah 3 minggu bungkusan plastik sudah dapat dibuka, bilamana jerami sudah kecoklat-coklatan dan berbau amoniak menyengat, berarti jerami sudah matang. Sama halnya dengan metode terdahulu, setelah diangin‑anginkan selama 2 hari baru diberikan pada ternak.

D. Metode Kontainer Kedap Udara
Teknik ini mula‑mula ditemukan oleh Cordesse pada tahun 1981 (Peneliti dari Ecole Nationale Superieure Agronomique, Montpellier) bekerja sama dengan team peneliti dari INRA, Theix, Perancis. Teknik ini merupakan suatu hasil penyempurnaan dari teknik‑teknik terdahulu terutama memanfaatkan panas yang ber­asal dari reaksi gas amoniak. Panas ini hilang begitu sajapada me­tode atau teknik terdahulu hingga waktu'untuk proses amoniasi yang diperlukan cukup lama 4 sampai 8 minggu. Metode ini disatu pihak menggunakan sebuah kontainer yang kokoh kedap udara dan isothermis, dilain pihak menggunakan sistem injeksi gas amo­niak melalui temperatur udara .

Kontainer kedap udara yang digunakan adalah kontainer bekas peti pendingin yang berisolasi baik (cold storage mobil) yang biasa digunakan untuk mengangkut makanan dingin antar kota. Pintu belakang dapat dibuka seluruhnya untuk memudahkan memasukkan jerami dalarn bentuk bal. Sisi‑sisi belakang terbuka tersebut dilapisi dengan bahan film poliester untuk pelapis kedap udara yang tahan terhadap gas amoniak. Pintunya diganti dengan pintu kayu yang juga dilapisi dengan bahan film poliester, agar lebih menjamin tidak adanya gas yang keluar pintu penutup ini dari sisi terbuka tersebut dilapisi lagi dengan karet yang cukup supel. Kontainer ini dilengkapi dengan sebuah keran untuk menginjeksi gas kedalamnya melalui tekanan. Amoniak cair yang dibutuhkan untuk pengolahan disimpan dalarn sebuah tangki tahan tekanan tinggi. Tangki ini juga dilengkapi keran khusus yang mempunyai alat pengontrol. Dengan panas atmosfer, amoniak cair dialirkan melalui sebuah selang yang cukup panjang kira‑kira 10 meter. Karena panas yang berasal dari temperatur luar sewaktu amoniak cair mengalir ke dalam kontainer. Dengan demikian maka amoniak yang masuk ke dalam kontainer sudah berupa gas dan reaksinya menghasilkan panas. Jadi tidak perlu adanya bak penampungan di dalam kontainer.

Dengan teknik ini lama proses amoniasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 13 hari saja, dibandingkan 4 sampai 8 minggu dengan teknik terdahulu. Bila dosis amoniak yang digunakan 3 % waktu yang diperlukan untuk proses amoniasi adalah 13 hari, tapi bila dosis amoniak 5 % dari berat jerami maka waktu yang diperlukan cukup 6 hari saja. Waktu ini masih dapat dipersingkat lagi menjadi hanya 24 jam bila di dalam kontainer tersebut temperatur dapat ditingkatkan sampai 100o C.

Dewasa ini banyak kontainer kedap udara model lain yang di konstruksi dan disesuaikan, untuk menampung segala bentuk dan ukuran jerami yang akan diolah misalnya kontainer yang dibuat oleh Flemstoffe‑Mad‑Amby A/s buatan Denmark dan Straw Feed Services Ltd. buatan Inggris.

Tidak ada komentar: